Gadgetren – Ingin melebarkan sayap bisnis telekomunikasi di Indonesia, induk perusahaan PT. Indosat Tbk (Indosat Ooredoo) telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT. Hutchison Tri Indonesia.
Menurut Heru Sutadi selaku Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute mengungkapkan bahwa penandatanganan MoU antara kedua operator tersebut masih belum terlihat kejelasan pembagian bisnis.
“Dalam arti apakah saham PT. Hutchison di Tri yang akan dilepas ataukah saham Qatar Telecom? Apalagi dalam Indosat Ooredoo ada juga saham pemerintah RI,” ujarnya kepada tim Gadgetren saat dihubungi melalui aplikasi pesan singkat (29/12/2020).
Baginya upaya konsolidasi tersebut sudah lama tercium dan ingin dilakukan oleh kedua pihak sebagai usaha untuk penyehatan industri telekomunikasi lantaran jumlah pemain telekomunikasi di Indonesia secara ideal hanya tiga operator.
Namun baru sekarang Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia berani melakukan penandatanganan MoU lebih dulu walaupun masih berbenturan dengan peraturan pemerintah dan tentunya masih menjadi pertanyaan kedua belah pihak.
“Sehingga dengan selesainya Undang-Undang Cipta Kerja, hal utama menyangkut frekuensi ada kejelasan. Meski memang masih menunggu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) selesai agar urusan teknis juga kian terang,” terangnya.
Hal tersebut kemudian menjadi lumrah ketika Tim Gadgetren melakukan konfirmasi secara langsung kepada Adrian Prasanto selaku Vice President Head of Strategic Communications Indosat Ooredoo bahwa pihaknya belum bisa lebih banyak menjelaskan perihal bentuk bisnis secara nyata bersama dengan Tri Indonesia.
Begitu pula dengan pihak Tri Indonesia melalui keterangan Hans Leung yang mengatakan bahwa saat ini proses negosiasi sedang mencapai tahap pembahasan potensi transaksi untuk menggabungkan Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia.
Keduanya pun sepakat belum bisa memberikan informasi lebih lanjut hingga kini dan penandatanganan MoU tersebut dituturkan Eyas Naif Assaf selaku Director & Chief Financial Officer Indosat Ooredoo tidak terikat secara hukum hingga 30 April 2021. Oleh sebab itu MoU ini disebut penandatanganan perjanjian secara eksklusif.
Meskipun begitu Heru memperkirakan bahwa keberhasilan merger keduanya ini akan ditentukan pada perjanjian bisnis antara pihak terkait dan tentunya kembali lagi kepada restu pemerintah.
“Seperti orang menikah ini. Untuk deal bisnis kan sebenarnya hitung-hitungannya jelas. Hanya kadang yang satu minta lebih khususnya dalam hal harga, yang membeli minta kurang atau lebih murah. Biasanya ketemu di tengah. Nah restu pemerintah yang kadang membuyarkan impian dan rencana,” tambahnya.
Ia berharap dengan hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah akan mendorong proses konsolidasi kedua operator itu. Sebab jika keduanya seandainya akan bersatu maka frekuensi menjadi wewenang pemerintah seperti pada waktu XL Axiata membeli Axis sehingga tidak ada lagi operator yang mau konsolidasi.
Ditambah lagi adanya pembubaran secara resmi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) oleh Presiden, maka Menteri Komunikasi dan Informatika memiliki kekuasaan mutlak untuk menentukan merger ini bisa dijalankan atau tidak.
Jika merger ini berjalan, Heru menilai para pelanggan masing-masing operator tidak akan berdampak bilamana semua layanan atau produk Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia tetap dijalankan. “Kalau ada yang dihapus itu akan berdampak pelanggan kabur,” tutupnya.
Sebagai tambahan informasi, jika keduanya akan bersatu maka akan menggabungkan basis pelanggan mencapai 98 juta dimana terdiri dari 60 juta pelanggan Indosat Ooredoo dan 38 juta pelanggan dari Tri Indonesia.
Bila dibandingkan dengan pelanggan XL Axiata berjumlah 56,8 juta dan Smartfren sebanyak 29 juta tentunya akan membuka lebar peluang bisnis lebih jauh. Sementara itu di sisi lain merger keduanya juga masih harus melampaui 170 juta pelanggan Telkomsel.
Tinggalkan Komentar