Gadgetren – Dua lembaga yang berada di bawah naungan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Badan Pertimbangan Telekomunikasi (BPT), telah resmi dibubarkan oleh Presiden Joko Widodo.
Pembubaran ini lantaran disebut-sebut untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan urusan pemerintahan. Untuk mendapatkan fakta lebih akurat terkait peran dan fungsi BRTI, tim Gadgetren telah mewawancara Nonot Harsono selaku Pengamat Telekomunikasi Indonesia.
Ia mengatakan bahwa bubarnya BRTI memiliki arti menghilangkan keterlibatan wakil masyarakat yang direkrut Kominfo secara profesional dalam jangka waktu empat tahun sekali. Pembubaran tersebut juga bermakna Kominfo tidak menghendaki adanya wakil masyarakat.
“BPT saya juga baru tahu itu. Selama ini memang wakil masyarakat ternyata kurang difungsikan pemikirannya. BRTI bubar, berarti menolak keterlibatan enam wakil masyarakat di kementerian,” ujarnya kepada tim Gadgetren (30/11/2020).
Adapun BRTI sendiri dibentuk berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia dan sekaligus melakukan pengawasaan terhadap persaingan usaha, penggunaan alat, dan perangkat telekomunikasi.
Ia menjelaskan bahwa BRTI terdiri dari struktur Kominfo dan enam orang wakil masyarakat yang menjadi dewan pimpinan dari regulator telekomunikasi Indonesia, sedangkan jajaran di bawahnya ialah Kominfo.
Dalam pelaksanaannya, BRTI mengemban tugas-tugas kebijakan yang telah ditentukan oleh Menteri Kominfo. Sementara bubarnya BRTI, menurut Nonot fungsi regulator akan dapat tetap berjalan kembali kepada Direktorat Jenderal Kominfo.
[pengamat Nonot Harsono]
“Kalau itu tentang penyelenggaraan komunikasi pengawas tertingginya ya Ditjen PPI, kaitannya dengan spektrum frekuensi dan alat perangkat maka pengawas tertingginya adalah Ditjen SDPPI, tentang aplikasi maka pengawas akan langsung ke Ditjen APTIKA. Fungsi BRTI pengawasan dan pengaturan kembali kepada dirjen masing-masing,” terangnya.
Nonot menilai bubarnya BRTI membawa dampak positif dan negatif. Namun yang dapat terlihat jelas adalah konsumen atau masyarakat tidak bisa lagi memberikan masukan atau pengaduan yang lebih kritis dan demokratis kepada Kominfo terkait penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia.
“Aspirasi masyarakat akan jadi pengaduan konsumen biasa. BRTI sebagai wakil masyarakat tidak lagi proaktif ikut mengusulkan kebijakan dan evaluasi situasi. Meskipun jajaran Kominfo sendiri dapat melakukan evaluasi berkala,” tutupnya.
Sebagai tambahan informasi, pemerintah diketahui telah membubarkan sejumlah badan dan lembaga negara. Salah satunya adalah Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 112/2020.
Tinggalkan Komentar