Gadgetren – Di tengah pandemi COVID-19 yang memasuki tahun kedua, Qlue dikabarkan ingin terus mendorong teknologi informasi di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Informasi ini disampaikan oleh Rama Raditya selaku Founder dan CEO Qlue kepada tim Gadgetren melalui keterangan tertulis. Lebih jauh, Rama mengungkapkan bahwa teknologi informasi menjadi aspek vital dalam revitalisasi industri pariwisata yang mulai kembali bergerak setelah hampir dua tahun terdampak.
Sebagai contoh, implementasi teknologi informasi yang dilakukan oleh Qlue saat ini pun sudah masuk ke sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Sejumlah pelaku usaha pariwisata seperti Hotel Mandarin Oriental Jakarta dan Mall Grand Indonesia telah memanfaatkan Qlue untuk mendeteksi suhu tubuh dalam menerapkan protokol kesehatan.
Di samping itu, acara tour Komoidoumenoi yang diinisiasi oleh komika Pandji Pragiwaksono juga telah memanfaatkan teknologi Qlue dalam mendukung kegiatan tersebut. Hal senada juga dituturkan oleh Maya Arvini yang baginya teknologi di sektor pariwisata akan memberikan rasa aman yang lebih baik untuk wisatawan karena dapat menjangkau aspek operasional yang lebih luas namun tetap efisien dari sisi pengeluaran.
“Kawasan wisata saat ini sudah semakin ramai dan kembali bergeliat dan pemanfaatan teknologi memungkinkan untuk mengantisipasi terjadinya kerumunan, salah satunya dengan teknologi people counting dan vehicle counting. Dengan teknologi, deteksi akan semakin cepat yang memungkinkan pemangku kepentingan untuk merespon situasi dengan lebih baik dan akurat,” terang Maya.
Qlue pun tak sendirian untuk mendorong digitalisasi di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Bersama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI), Qlue percaya bahwa teknologi memegang peranan penting untuk mengaktifkan kembali geliat bisnis agar meraih kepercayaan masyarakat yang kini mulai ramai menyasar daerah dengan daya tarik wisata.
Gayung pun bersambut, Agus Pahlevi selaku Pelaksana Tugas Ketua Umum ASPPI sepakat bahwa penggunaan aspek digital akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap destinasi wisata karena akan membangun persepsi bahwa daya tarik wisata itu sudah dikelola secara baik dengan memperhatikan protokol kesehatan yang ketat.
“Kami dari asosiasi juga selalu mendorong pelaku usaha pariwisata untuk go digital demi meningkatkan daya tarik wisatawan. Hal itu akan mempercepat adaptasi industri yang menunjukkan bahwa era normal baru di sektor pariwisata dapat didukung oleh teknologi informasi. Kolaborasi dalam berinovasi diperlukan untuk mencapai pariwisata yang berkualitas,” ujar Agus.
Sebagai tambahan informasi, di Indonesia sendiri terdapat 82 juta orang yang masuk dalam kategori wisatawan millennial. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pun turut mencatat bahwa selama pandemi COVID-19, terjadi perubahan perilaku wisatawan dibanding kondisi sebelum pandemi terjadi.
Diah Paham selaku Direktur Komunikasi Pemasaran Kemenparekraf menjelaskan bahwa perubahan perilaku ini berupa kecenderungan berupa wisata dengan kelompok yang lebih kecil, periode liburan yang lebih lama namun frekuensi yang lebih sedikit, lokasi yang lebih dekat dengan tempat tinggal, dan pertimbangan penerapan protokol kesehatan di tempat wisata.
Perubahan perilaku itu membuat Pemerintah mendorong pelaku usaha untuk lebih menyesuaikan diri agar dapat lebih efektif menjalankan usaha. Salah satu cara yang efektif untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat adalah dengan pemanfaatan teknologi informasi seperti digital payment dan digital tourism yang memanfaatkan teknologi virtual reality atau virtual tour.
“Jadi kuncinya adalah adaptasi, inovasi, dan kolaborasi. Pemanfaatan teknologi digital ini merupakan aspek tak terpisahkan dari semangat reaktivasi industri pariwisata di Indonesia,” tutup Diah.
Tinggalkan Komentar