[sumber gambar: unsplash]
Gadgetren – Coba perhatikan gadget kesayanganmu itu. Apakah ia dedemit, parasit atau memang asisten setia yang mendukungmu sehari-hari?
Apa yang kamu lakukan sebelum tidur setiap malam? Apakah kau akan memegang ponsel untuk scrolling media sosial “semenit saja” tapi tiba-tiba berubah jadi doom scrolling berjam-jam?
Itu ciri-ciri gadget kesayanganmu mulai berubah wujud.
Ya, kita perlu hati-hati dalam menggunakan gadget. Jangan sampai perangkat yang harusnya jadi asisten pendukung malah jadi parasit, atau bahkan dedemit.
Sebenarnya, fungsi gadget itu banyak yang bisa membantu. Misalnya, alarm bangun pagi, mengingatkan jadwal kegiatan hingga menjadi alat bantu belajar.
Tapi, rekayasa tertentu telah melahirkan sifat parasit dan bahkan dedemit dari gadget kita. Ia menghisap waktu kita sampai habis, seperti vampir menghisap darah korbannya.
Setidaknya ada tiga wujud gadget yang perlu kita ketahui:
- Gadget sebagai asisten yang berguna. Fungsi utama gadget untuk terhubung ke berbagai teknologi yang memudahkan. Ini termasuk fitur-fitur unggulan seperti kamera atau aplikasi netral seperti pengirim pesan atau editor video dan banyak lagi.
- Gadget sebagai parasit. Ini ketika fungsi-fungsi hiburan atau tambahan yang seharusnya bisa membantu tapi tanpa kita sadari malah ‘menghisap’ waktu dan emosi.
- Gadget sebagai dedemit. Terjadi ketika rancangan aplikasi tertentu membuat kita kecanduan dengan memanipulasi cara kerja otak kita. Termasuk lewat media sosial dan bahkan yang lebih mengerikan lagi seperti pinjaman online dan judi online.
Tentu saja, yang disebutkan dalam kategori dedemit tadi bukan berarti jahat. Media sosial jelas tetap bisa bermanfaat, mulai sekadar hiburan sampai terhubung dengan teman dan mengetahui ‘kabar’ di luar sana.
Begitu pun dengan pinjaman online alias pinjol. Selama menggunakan dengan bijak, tidak meminjam melebihi kemampuan dan pastinya tidak menggunakan pinjol yang ilegal. Seharusnya ini juga bisa membantu.
Hanya memang kita perlu waspada.
Mekanisme Parasit
Dalam dokumenter The Social Dilemma (Netflix, 2020), kalimat ini jadi pengingat: “Jika kamu nggak membayar untuk produk tertentu, artinya kamulah yang jadi produknya.”
Dengan kata lain, kita secara sadar-tidak sadar sedang “dijual” oleh penyedia layanan seperti media sosial dan lain-lain.
Apa yang dijual? Ya, bahan jualan utama mereka adalah perhatian alias kombinasi dari waktu dan engagement alias keterlibatan kita di layanan yang tersedia.
Semakin lama kita menggunakan layanan tertentu, baik untuk konsumsi konten atau melakukan hal lain seperti komentar, repost, klik Like dan seterusnya, dan lain-lain, itu akan membuat penyedia layanan semakin diuntungkan.
Sekali lagi, ini tidak sepenuhnya buruk. Hanya saja perlu kita sadari bahwa layanan media sosial dan sejenisnya itu selalu berusaha membuat kita “anteng melihat layar” dan tidak meninggalkannya.
Artinya, kita yang harus bisa menjaga diri dan menahan diri untuk lepas. Sebelum terlalu banyak “darah yang dihisap” oleh parasit tersebut.
Bayangin nih, sebuah penelitian menunjukkan, rata-rata orang menghabiskan 6-8 jam di depan layar setiap harinya. Angka ini mungkin bisa melonjak lebih tinggi, tergantung dari kebiasaan masing-masing orang dan usianya.
Bayangkan jika 8 jam digunakan untuk scrolling media sosial. Dalam setahun, panjang layar yang di-scroll bisa mendekati 100 kilometer.
Artinya, dalam setahun, layar yang di-scroll nyaris mencakup jarak bolak-balik menggunakan Commuterline dari Stasiun Jakarta Kota ke Stasiun Bogor!
Mekanisme Dedemit
Mekanisme yang lebih mengerikan tentu saja adalah layanan pinjol dan judol yang bertebaran. Mereka ini ibarat dedemit yang beterbangan, mengintai korban (kita!) yang sudah dibuat lemah akibat kecanduan layanan seperti media sosial.
Dedemit ini menyerang di waktu yang tepat. Diam-diam muncul di latar belakang saat kita membuka konten lucu-lucuan di medsos.
Lalu, saat kita sedang lemah-lemahnya, mereka akan menawarkan “jalan keluar” yang sebenarnya hanya akan membawa kita ke lubang gelap kerak neraka yang panas membara. (Ha ha ha ha!)
Sosiolog Universitas Gadjah mada, Andreas Budi Widyanta, mengatakan judol telah menjerat banyak orang tanpa sadar. Sistem itu dibangun dengan gamifikasi, kata Andreas, sehingga menimbulkan rasa senang dan kenikmatan yang membuat orang ingin terus bermain.
Iklan judol muncul di sosmed tanpa kita sadari. Ia muncul lewat aktivitas orang-orang di komentar, terutama saat livestreaming. Logo dan nama layanan judul bisa muncul pada video-video lucu, tanpa penjelasan apakah mereka mensponsori konten itu atau sekadar disematkan saja.
Semua itu mengetuk alam bawah sadar pengguna yang kemudian ingin terus kembali pada layanan yang sudah terasa sangat akrab buat mereka. Belum lagi mekanisme judi sendiri memang bisa membuat kecanduan.
Ngeri, Bung!
Bukan bualan belaka kalau ternyata teknologi itu pelan-pelan bisa mengambil jiwa kita. Jika kita melihat mekanisme parasit dan dedemit yang terjadi, pelan-pelan bukan cuma waktu dan perhatian yang “tersedot habis” bisa jadi uang dan jiwa kita juga lenyap ditelan.
Tentu saja, saya ingin kita membayangkan ini, bukan untuk sekadar menakut-nakuti. Tapi semata-mata agar kita bisa membentuk pertahanan diri.
Ingat: langkah penting dari mengalahkan musuh adalah mengenali musuh kita itu siapa. Jika kita sudah tahu apa yang kita hadapi, maka kita bisa mengalahkannya!
Jadi, renungkan ini setiap malam saat kamu mengisi ulang baterai gadget kesayangan: Siapa yang sedang kamu beri “makan”, asisten pribadi, parasit atau dedemit?
Eh, tunggu dulu. Apa tiga wujud gadget ini tidak bisa kita kendalikan?
Ritual Tolak Bala
Untungnyaaa… ada cara-cara yang kita bisa lakukan untuk menghindari tumbuhnya wujud gadget yang kurang sedap itu. Beberapa tips praktis ini bisa kamu coba.
- Atur waktu penggunaan aplikasi. Rasanya hampir semua gadget jaman sekarang memiliki fitur ini, membatasi jam penggunaan aplikasi tertentu, misalnya. Atau, membuat layar menjadi hitam putih jika sudah memasuki jam tertentu.
- Bikin ‘Hari Tanpa Gadget’. Ini bisa dilakukan bareng teman-teman, orang terkasih (pacar?) atau keluarga. Jadwalkan satu hari (24 jam) tanpa gadget gunakan untuk jalan-jalan, main board game, olahraga (lari atau padel?), atau sekadar jalan-jalan lihat pemandangan dan makan tanpa harus difoto dan diposting. Cobain, deh!
- Alarm Jadul. Beli alarm jadul dan gunakan di sisi tempat tidur. Di saat yang sama, isi ulang gadgetmu di ruangan yang berbeda (atau letakkan di tempat yang jauh dari kasur). Tujuannya, agar gadget bukan benda pertama yang kita sentuh setiap pagi.
Nah, kamu pasti punya ide atau ‘ritual tolak bala’ lainnya yang bisa dilakukan agar wujud gadget kita tidak berubah dari asisten jadi parasit atau dedemit. Coba share di komentar!
*) Wicak Hidayat – Penulis adalah mantan editor di Inet di detik.com dan tekno (kompas.com). Wicak memiliki perhatian khusus pada dunia teknologi dan hal-hal aneh yang terjadi di sekitar kita. Penulis dapat dihubungi di instagram @wicakhidayat.
Tinggalkan Komentar