Gadgetren – Saat pandemi COVID-19, semua lembaga usaha termasuk keuangan mengalami performa yang lesu atau malah cenderung menurun.
Untuk memulihkan kondisi ini dan kembali bangkit, kemudian muncul konsep baru yang bernama Bank Digital.
Sebut saja ada Jenius dan Bank Jago yang tengah ramai menjadi perbincangan belakangan ini. Lantas dengan hadirnya Bank Digital, apakah ke depannya akan membuat bank konvensional BUMN terdorong mengambil langkah yang sama serta apa saja kelebihan dan kekurangannya untuk nasabah?
Heru Sutadi selaku pengamat dan Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute mengungkapkan bahwa Bank Digital kini tengah menjadi tren dan kebutuhan masyarakat lantaran perubahan perilaku mereka yang telah mendorong lembaga keuangan konvensional bermigrasi ke digital.
Heru pun menilai ke depannya kemungkinan besar akan ada bank konvensional lainnya termasuk di bawah BUMN yang akan beralih ke digital dan tak menutup kemungkinan banyak perusahaan baru yang akan menjadi Bank Digital.
“Bank konvensional di bawah BUMN bila tidak bertransformasi perlahan-lahan akan ditinggalkan dan kalah dalam kompetisi. Tidak ada yang menjamin BUMN akan berkesinambungan bisnisnya tanpa mengikuti perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat, ” ujarnya kepada tim Gadgetren.
Hal senada juga disampaikan oleh Rizki Marman Saputra selaku Praktisi Perbankan. Ia menjelaskan bahwa kebiasaan-kebiasaan lembaga keuangan perbankan konvensional telah mengalami gejolak atau persaingan perusahaan semakin ketat sangat cepat.
“Contohnya untuk pembukaan rekening, yang sebelumnya nasabah harus datang ke kantor cabang, dan mengantri bertemu dengan customer service agar dibukakan rekening, tidak lagi terjadi dan dilakukan, sebab digitalisasi telah memudahkan setiap nasabah untuk mendapatkan produk-produk perbankan yang cukup diakses dari genggaman dalam hal ini smartphone yang terkoneksi dengan internet,” terangnya.
Sementara itu dari sisi nasabah diungkapkan Rizki, kelebihan Bank Digital menawarkan kemudahan yang mana akan memberikan keleluasaan nasabah untuk mengakses dan menggunakan produk-produk serta fitur-fitur digital secara real time di mana dan kapan saja sesuai dengan kebutuhannya.
Sektor perbankan sendiri pun dapat memotong biaya-biaya yang masih dikerjakan manusia dimana telah digantikan oleh teknologi IoT, robot dan komputerisasi. Hal tersebut bagi Rizki bisa menjadi peluang dan sekaligus tantangan untuk pemerintah dalam menyikapi digitalisasi sektor keuangan.
“Pemain baru pada sektor lembaga keuangan akan mengikuti dan melihat potensi pasar Bank Digital yang saat ini dibutuhkan oleh customers. Dibutuhkan keuntungan kompetitif dan keunikan, di era digital ini, jika ingin unggul dan bersaing dengan pemain utama di sektor lembaga keuangan,” tambah Rizki.
Bank Digital diakui Rizki memiliki potensi yang sangat besar bila merujuk pada transaksi digital sebuah studi dari Google, Temasec, dan Bain & Company tahun 2020 dimana menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan nilai transaksi ekonomi digital tertinggi dengan angka mencapai 44 miliar USD dan diprediksi pada tahun 2025 akan meraup 124 miliar USD.
Oleh karenanya, Rizki mengatakan bahwa peran regulator menjadi sangat penting untuk mengawasi transaksi digital di Indonesia yang masih mempunyai kekurangan. Tujuannya adalah mendeteksi risiko yang bisa muncul kapan saja.
“Dengan pengawasan terhadap transaksi digital dapat mencegah dari kejahatan-kejahatan siber yang mungkin saja dan kapan saja dapat terjadi. Hal tersebut agar melindungi customer dari kerugian transaksi digital,” tutupnya.
Tinggalkan Komentar